Belajar dari Petani Samin : Manajemen dan Regenerasi Petani dalam Mendukung Ketahanan Pangan

Oleh : Ulin Nuha Diah W dan Xenia Ezra A

 (Sumber : kumparan.com)

Indonesia terkenal sebagai negara yang memiliki banyak suku bangsa. Dimana setiap suku masih memegang teguh adat istiadatnya masing-masing. Suku-suku tersebut biasanya dikenal sebagai masyarakat adat. Masyarakat adat umumnya bertempat tinggal di pedesaan yang cukup jauh dengan modernisasi yang ada dan umumnya bermata pencaharian utama sebagai petani. Mereka melakukan pertanian dengan berepedoman pada ajaran dan tradisi nenek moyang. Salah satu contoh masyarakat adat yang masih berpegang teguh pada tradisi dalam bertani ialah Petani Samin. 

Siapa sih Petani Samin itu? 

Petani Samin merupakan Masyarakat Samin yang menjalankan hidupnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan Adat Samin yang telah ada secara turun menurun. Petani Samin merupakan suatu kelompok masyarakat tani yang termasuk dalam kelompok tani tradisional (petani utun). Sebagai kelompok tani tradisional, petani samin masih menjaga adat istiadat leluhur dalam sistem pertanian mereka. Berbagai kegiatan pertanian mulai dari persiapan alat pertanian hingga penyimpanan hasil panen dilakukan sesuai dengan adat yang ada.

Salah satu kelompok Petani Samin bertempat tinggal di Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora. Masyarakat Samin terbentuk berdasarkan ajaran Saminisme yang dibawa oleh Samin Surosentiko. Samin Surosentiko merupakan anak dari Raden Surowijoyo, seorang bangsawan yang memilih untuk meninggalkan Keraton dan mendirikan kelompok pemberontak terhadap Pemerintah Kolonial. Setelah wafatnya sang ayah, Samin Surosentiko selaku anaknya lah yang meneruskan perjuangan beliau. Samin Surosentiko datang ke Desa Klopoduwur untuk mengajarkan ajaran Saminisme yang menyimpang dari kehidupan orang Jawa pada umumnya. Perbedaan ajaran ini membuat tata cara kehidupan masyarakat Desa Klopoduwur berbeda dengan masyarakat etnis Jawa sehingga disebut etnis tersendiri yaitu Suku Samin. 

Dalam ajaran Samin terdapat suatu larangan, yaitu tidak diperbolehkannya menjual tanah mereka khususnya tanah yang digunakan untuk pertanian. Tanah pertanian yang digarap Petani Samin merupakan tanah turun temurun. Tanah tersebut harus tetap dijaga keberadaannya sehingga adat istiadat dan budaya Petani Samin tidak hilang tergerus jaman. Selain itu, Petani Samin juga dilarang menjual seluruh hasil panennya. Hal ini karena mereka memiliki prinsip  bahwa “sak apik-apike adol luwih apik yen tuku” yang artinya sebaik-baiknya menjual lebih baik jika membeli. Mereka akan menyimpannya untuk konsumsi keluarga dan untuk diberikan kepada tetangga yang punya hajat.

Petani Samin sangat menghargai pekerjaannya sebagai petani karena menurut mereka petani adalah pekerjaan yang mulia. Petani tidak mengganggu milik pemerintah dan tidak merusak alam secara berlebihan. Oleh karena itu, Petani Samin masih mengedepankan penggunaan bahan-bahan organik dalam mengelola sawah mereka agar kelestarian alam tetap terjaga. Sebagai perwujudan penghargaan mereka terhadap pekerjaannya, dilakukanlah upacara adat Jamasan dan Kadeso. Jamasan merupakan upacara adat mensucikan alat-alat pertanian dan Kadeso merupakan upacara adat untuk menghaturkan ucapan syukur kepada alam.

Peran keluarga dan komunitas dalam perkembangan pertanian Petani Samin

Dalam menjalani kehidupan sehari-harinya, Petani Samin terkadang juga menjalin interaksi dengan warga masyarakat diluar kelompoknya yang umumnya lebih terbuka terhadap perkembangan kehidupan modernisasi yang terjadi saat ini. Saat ini kita tahu bahwa sangat banyak jenis profesi di luar bidang pertanian yang mungkin dirasa lebih menggiurkan. Meskipun demikian, masyarakat Petani Samin masih berpegang pada pertanian sebagai mata pencaharian utamanya. Hal ini tentunya didukung oleh budaya, adat serta kepercayaan yang melekat pada mereka mengenai alam sebagai ibu sejati yang perlu dilestarikan melalui kegiatan pertanian. Namun tidak hanya itu, ternyata orang tua Masyarakat Samin yang terus memberikan dorongan, mengajarkan dan menumbuhkan minat bertani pada generasinya juga merupakan faktor pendukungnya. 

Dalam mempertahankan budaya agraris pada masyarakat Samin, orang tua terus menanamkan sikap untuk mencintai pertanian dan mencukupi kebutuhan melalui hasil pertanian. Salah satu nilai yang diajarkan yaitu “seneng mangan doyan mangan sing dumunung the’e dhewe” yang memiliki arti makanan yang disukai merupakan makanan yang berasal dari milik sendiri atau hasil sendiri yakni dari kegiatan bertani (Hasanah et al., 2019). Orang tua dalam keluarga masyarakat Samin juga selalu melibatkan anaknya dalam melakukan budidaya pertanian. Peran keluarga dalam menjalankan fungsi edukasi dan penanaman nilai-nilai khususnya mengenai pertanian ini dapat dikatakan sangat berjalan dengan baik. 

Sampai saat ini pun bertani masih menjadi mata pencaharian utama Petani Samin, meskipun sebagian kecil generasi mudanya juga mulai melakukan pekerjaan lain yang lebih modern. Namun, regenerasi petani pada Masyarakat Ini dapat dikatakan sangat baik. Jumlah warga yang bermata pencaharian sebagai petani di masyarakat Samin cenderung konstan. Para generasi muda menggantikan orang tua yang sudah sepuh dan tidak bisa bekerja di sawah lagi sehingga jumlah petani tetap. 

Kondisi ketahanan pangan Petani Samin 

Budaya agraris yang selama ini dilakukan oleh masyarakat Samin ini sangat mendukung ketahanan pangan. Mengutip dari sosialisasi ketahanan pangan oleh Dinas Pertanian dan Pangan Kudus yaitu menyatakan bahwa ketahanan pangan tingkat rumah tangga ini perlu dipastikan kualitasnya, sebab apabila ketahanan pangan rumah tangga sudah baik hal ini akan mempengaruhi ketahanan pangan secara keseluruhan atau nasional. Hal ini selaras dengan pemahaman pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga oleh masyarakat samin yaitu perlunya memelihara keanekaragaman tanaman pangannya dan tidak bergantung pada beras, serta dengan prinsip utama untuk terus mempertahankan budaya bertani dengan tidak menjual lahan pertaniannya (Wibowo et al., 2012). Hal ini juga menjawab tantangan faktor rendahnya ketahanan pangan nasional terkait penyediaan pasokan pangan di Indonesia yang disebabkan karena berkurangnya lahan pertanian dan ketergantungan konsumsi beras sebagai sumber pangan utama (Kompas.com). 

Namun, saat ini Petani Samin menghadapi suatu permasalahan yang cukup serius. Jumlah penduduk Samin yang terus bertambah tetapi luas lahan yang dimiliki tetap membuat lahan yang ada tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan mereka. Permasalahan ini membuat petani samin harus memutar otak mencari solusi yang tepat. Kemudian dipilihlah pemanfaatan pekarangan sebagai lahan tanam beberapa jenis tanaman sebagai solusi untuk mendukung ketersediaan bahan pangan. Tanaman yang ditanaman di pekarangan umumnya adalah tanaman buah dan sayur, seperti nangka, sawo, mangga, sukun, cabai, tomat, daun kemangi dan sebagainya. Dengan pemanfaatan pekarangan sebagai lahan tanam, diharapkan kebutuhan pangan Petani Samin dapat tercukupi dengan baik.

Ilustrasi Pemanfaatan Pekarangan (Sumber : dkppp.depok.go.id)

Belajar dari Petani Samin

Manajemen budaya agraris yang melekat pada Masyarakat Samin ini termasuk dalam Local Wisdom dalam menjaga sistem dan manajemen pertanian maupun pangan yang dapat diadaptasi oleh kelompok masyarakat lain. Nilai untuk terus menjaga alam sebagai bentuk timbal balik atas pemenuhan pangan yang didapatkan dari alam melalui pertanian perlu disadari oleh petani sehingga lebih bijaksana dalam melakukan budidaya pertanian. Sebab, apabila petani terlalu mengeksploitasi alam, penggunaan bahan kimia berlebih, serta tidak menjaga kesehatan lingkungan, maka dampak yang akan diterima juga akan lebih buruk secara jangka panjang. Selain itu dari sisi peran keluarga dalam melakukan edukasi pertanian serta manajemen ketahanan pangan juga perlu dipahami oleh keluarga tani lainnya dalam rangka peningkatan kesejahteraan keluarga melalui pertanian.

 

Referensi:

https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/30/171915369/tantangan-mewujudkan-ketahanan-pangan-di-indonesia?page=all

https://dkppp.depok.go.id/page/2

https://kumparan.com/winarnikandar/mengenal-suku-samin-yang-jujur-tetapi-dikenal-ngeyelan-1xTjJ6kReJC

Hasanah, U., A. Octavian., dan R. Pedrason. 2019. Manajemen komunitas Samin mempertahankan budaya agraris guna ketahanan pangan dalam mendukung sistem pertahanan semesta. Jurnal Manajemen Pertahanan 5(2):10-126.

Wibowo, A., Z. Rohmad, D. Padmaningrum, dan B. W. Utami. 2012. Strategi komunikasi Masyarakat Samin dalam membangun ketahanan pangan lokal. Jurnal Ilmu Komunikasi 10(3):262-271.