LAHAN PERTANIAN DI JOGJA MENIPIS, BELI LAHAN JADI SOLUSI STRATEGIS?
Oleh : Beny Nabila H.F , Intan Ratnasari M , Mirda Mutiara E
Latar Belakang
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang menggantungkan sumber pendapatan daerahnya pada sektor pertanian. Berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional (BPN), Yogyakarta memiliki wilayah seluas 3.185,80 km2 dan terbagi menjadi 5 kabupaten, yaitu Kabupaten Kulonprogo seluas 586,28 km2 (18,40%), Kabupaten Bantul seluas 506,85 km2 (15,91%), Kabupaten Gunungkidul seluas 1.485,36 km2 (46,62%), Kabupaten Sleman seluas 574,82 km2 (18,04%), dan Kota Yogyakarta seluas 32,50 km2 (1,02%). Sementara itu, berdasarkan catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia tahun 2021, Yogyakarta memiliki suhu udara rata-rata sebesar 27,8oC dengan kelembaban, kecepatan angin, dan tekanan udara rata-rata sebesar 76,3%; 3,9 m/detik; dan 985,5 mbar. Selain itu, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November 2021 di Kabupaten Bantul, yaitu sebesar 568 mm3, sedangkan curah hujan terendah terjadi di Kabupaten Kulonprogo pada bulan Mei dan Juli, yaitu sebesar 0 mm3. Hal tersebut menjadikan beberapa lahan di Yogyakarta sangat produktif untuk dijadikan lahan pertanian.
Beberapa tahun terakhir, Yogyakarta mengalami permasalahan terkait penurunan jumlah lahan pertanian karena alih fungsi lahan menjadi pemukiman penduduk. Berdasarkan Buku Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2022, terjadi kenaikan laju pertumbuhan penduduk dari 0,58% menjadi 1,61% pada tahun 2020-2021. Apabila diilustrasikan secara sederhana, pertambahan jumlah penduduk akan diikuti oleh peningkatan permintaan lahan sehingga terjadilah fenomena alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian. Menurut Prihatin (2015), orientasi pembangunan terlalu difokuskan pada pembangunan permukiman di perkotaan sehingga setiap tahun lahan pertanian di Provinsi DIY menyusut hingga 250 hektar. Alih fungsi lahan yang tidak terkendali akan berujung menjadi permasalahan nasional yang berdampak pada aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan masyarakat (Prihatin, 2015).
Kerangka Teori
Permasalahan alih fungsi lahan pertanian menjadi topik serius yang dibahas oleh Pemerintah Yogyakarta. Maraknya fenomena alih fungsi lahan mendorong munculnya rencana untuk membeli lahan di luar wilayah Yogyakarta untuk melangsungkan kegiatan pertanian. Dwi Antoro (18/8/2022) selaku Ketua Komisi B DPRD Kota Yogyakarta menyampaikan usulan terkait pembelian lahan pertanian di luar Kota Yogyakarta sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat yang terus bertambah, sedangkan lahan pertanian semakin berkurang. Dwi menambahkan bahwa setiap tahun terjadi penurunan jumlah lahan pertanian di Kota Yogyakarta, bahkan data terakhir menunjukkan bahwa luas sawah yang tersisa hanya sekitar 4 hektar saja.
Rencana tersebut memunculkan pertanyaan, apakah boleh pemerintah daerah membeli lahan di luar wilayahnya? Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pasal 2 ayat 4, hak menguasai (tanah) dari suatu negara, pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra (otonomi) dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah. Dengan demikian, pemerintah daerah boleh membeli lahan di luar wilayahnya melalui pengajuan permohonan permintaan hak pengelolaan atau pengajuan pengadaan tanah untuk kepentingan umum apabila ada pihak lain yang menguasai tanah tersebut.
Pemerintah Daerah Yogyakarta sebenarnya bukan menjadi yang pertama kali memiliki rencana pembelian lahan di luar wilayah untuk dijadikan lahan pertanian. Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Kabupaten Kupang) untuk merealisasikan proyek percontohan pengembangbiasakan (breeding) sapi. Lahan seluas 100 hektar di Kabupaten Kupang akan dijadikan sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta dan dimanfaatkan untuk pencanangan swasembada sapi tahun 2019. Pembelian lahan tersebut dilatarbelakangi oleh peningkatan kebutuhan sapi di DKI Jakarta bersamaan dengan penurunan pertumbuhan sapi dan ketersediaan lahan karena alih fungsi menjadi permukiman. Pemerintah Yogyakarta diharapkan dapat mempertimbangkan upaya tersebut untuk mengatasi permasalahan penurunan lahan pertanian di wilayahnya.
Apabila direalisasikan, rencana pembelian lahan pertanian di luar wilayah Yogyakarta dapat menjadi salah satu upaya pemenuhan pangan bagi masyarakat Yogyakarta. Selain itu, pembelian lahan pertanian di luar wilayah Yogyakarta dapat menjadi ajang transfer ilmu pengetahuan dan membuka lapangan pekerjaan baru sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia pertanian. Upaya ini juga dapat membangun kerjasama antara dua wilayah dengan tujuan utama untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. Beberapa dampak positif rencana pembelian lahan pertanian di luar wilayah Yogyakarta menjadi pertimbangan tersendiri bagi pemerintah daerah Yogyakarta untuk melestarikannya. Akan tetapi, rencana tersebut tetap membutuhkan analisis jangka panjang yang cukup matang.
Menanggapi isu tersebut, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta, Suyana dalam kesempatannya (24/8/2022) menyatakan perlunya pertimbangan dan kajian mendetail untuk merealisasikan pembelian lahan pertanian di luar wilayah Yogyakarta. Suyana menambahkan bahwa saat ini tidak ada kendala terkait pemenuhan kebutuhan pangan di Kota Yogyakarta, meskipun luas lahan pertanian terbatas dan masih mendatangkan sebagian besar kebutuhan pokok pangan dari daerah lain. Baginya, rencana pembelian lahan pertanian di luar wilayah Yogyakarta justru lebih menekankan peran pemerintah daerah secara langsung terkait pengelolaan di sektor pertanian, sehingga akan menimbulkan persaingan antara pemerintah daerah dengan petani. Meskipun demikian, Suyana tidak menolak mentah-mentah rencana tersebut karena belum dapat dipastikan besarnya kebutuhan lahan di luar daerah yang akan digunakan mendukung pemenuhan kebutuhan pangan apabila rencana tersebut direalisasikan.
Kesimpulan
Pembelian lahan pertanian di luar wilayah Yogyakarta dapat menjadi upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional dan ajang transfer ilmu pengetahuan serta membuka lapangan pekerjaan baru. Hal tersebut dapat memberikan nilai tambah bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia pertanian, meskipun pengelolaannya akan lebih menekankan pada peran pemerintah daerah. Dengan demikian, rencana pembelian lahan pertanian di luar wilayah Yogyakarta boleh dilakukan jika memang benar-benar diperlukan dan dengan syarat tidak bertentangan pada kepentingan nasional. Selain itu, juga harus dipertimbangkan dan dikaji secara mendetail untuk merealisasikannya.
Referensi :
Prihatin, R. B. 2015. Alih fungsi lahan di perkotaan (studi kasus di kota bandung dan yogyakarta). Jurnal Aspirasi 6(2): 105-118.
https://jogja.genpi.co/malioboro/7694/pertanian-tergerus-dprd-yogyakarta-usul-beli-tanah-luar-kota
https://www.hukumonline.com/klinik/a/bolehkah-pemda-membeli-tanah-di-luar-wilayahnya-lt52a0103778082