
Kebijakan pemerintah mengenai pupuk subsidi telah berlangsung sejak tahun 1969 dan terus berlanjut hingga saat ini di tahun 2025. Implementasi kebijakan pupuk bersubsidi selama ini belum berjalan optimal dan menemui berbagai macam kendala. Pemerintah masih berusaha mencari cara dan berbenah untuk dapat membantu petani secara optimal agar pemberian pupuk subsidi dapat tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan mereka sehingga pada akhirnya akan mendorong peningkatan produktivitas sektor pertanian. Dikutip dari ombudsman.go.id, 2025, monitoring penyaluran pupuk subsidi yang dilakukan oleh perwakilan ombudsman di Provinsi Kalimantan Selatan menemui adanya kendala, salah satunya adalah keharusan menunggu Surat Keputusan (SK) dari Pemerintah Daerah yang membutuhkan waktu sehingga seringkali menghambat proses penyaluran pupuk dari distributor sampai kepada petani. Dilansir dari menpan.go.id, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta pada 12 November, 2024 juga menyatakan bahwa birokrasi yang rumit dalam proses penyaluran pupuk subsidi ke petani melalui penerbitan Surat Keputusan oleh bupati, gubernur, dan kementerian lainnya menjadi hambatan utama keterlambatan distribusi. Tak hanya terhambat oleh birokrasi yang melibatkan banyak pihak, regulasi penyaluran pupuk juga dirasa kurang efisien karena masih rentan terjadi penyelewengan bahkan dapat merugikan petani melalui pelanggaran harga pupuk diatas harga yang ditentukan. Dikutip dari metrotvnews.com, 2025, tercatat adanya kios yang menjual pupuk NPK subsidi diatas Harga Eceran Tertinggi (HET) dan langsung direspon oleh PT Pupuk Indonesia dengan dilakukannya penghentian kerjasama penyaluran pupuk bersubsidi. Adanya kasus pelanggaran ini tentunya menjadi penyebab lain terganggunya proses penyaluran pupuk ke petani.

